Agama Saya Jurnalisme, Andreas Harsono (Sebuah Rangkuman)

Rangkuman Buku: Agama Saya adalah Jurnalisme. Karangan Andreas Harsono.

Menurut art humanities citation index, Chomsky adalah penulis yang paling sering dikutip di seluruh dunia akademik untuk periode 1980 – 1992. (p.8)

Menurut Remy Silado, 9 dari 10 kata-kata bahasa Melayu versi Indonesia adalah asing. Saya mengumpulkan 200 naskah.

Bill Kovach mengatakan “makin bermutu jurnalisme di dalam masyarakat, makin bermutu pula informasi yang didapat masyarakat bersangkutan. Terusnya makin bermutu pula keputusan yang akan dibuat”. Apabila jurnalisme di suatu masyarakat bermutu maka kehidupan masyarakat itu juga akan bermutu. (p.10).

Hati nurani jurnalisme Amerika ada di Bill Kovach.
Bill Kovach dan Tom Rosenstiel merumuskan Sembilan elemen jurnalisme, dalam bukunya The Elements of Journalism: What Newspeople Should Know and The Public Should Effect (April 2001).
9 elemen jurnalisme tersebut adalah:
1. KEBENARAN
2. TANGGUNG JAWAB SOSIAL
3. DISIPLIN DALAM VERIFIKASI
4. INDEPENDENSI
5. MEMANTAU KEKUASAAN DAN MENYAMBUNG LIDAH YG TERTINDAS
6. JURNALISME SEBAGAI FORUM PUBLIK
7. JURNALISME HRS MEMIKAT DAN RELEVAN
8. PROPORSIONAL DAN KOMPREHENSIF
9. BER-ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL

1. KEBENARAN
Kovach dan Rosentiel menerangkan bahwa masyarakat butuh prosedur dan proses guna mendapat apa yang disebut kebenaran fungsional. Polisi menangkap tersangka berdasar kebenaran fungsional. Hakim menjalankan peradilan berdasarkan kebenaran fungsional. Guru mengajarkan sejarah, fisika atau biologi di sekolah adalah kebenaran fungsional. Namun kebenaran fungsional bias direvisi bila ditemukan kebenaran yang lebih fungsional. Bukan kebenaran dalam tataran filosofis, tetapi kebenaran dalam tataran fungsional. Inilah yang dilakukan jurnalisme. (p.17).

Jadi kebenaran dibentuk hari demi hari, lapisan demi lapisan. Ibarat stalagtit , tetes kebenaran itu membentuk stalagmit yang besar. Makan proses lama. Dari kebenaran sehari hari terbentuk kebenaran yang lebih lengkap.

Yang harus dilatih oleh wartawan adalah memilih kebenaran.

2. TANGGUNG JAWAB SOSIAL
Perusahaan media yang mendahulukan kepentingan masyarakat justru lebih menguntungkan ketimbang yang hanya mementingkan bisnisnya sendiri.

Dalam bisnis media ada sebuah segitiga. Sisi pertama adalah pembaca, pemirsa, atau pendengar. Sisi kedua adalah pemasang iklan. Sisi ketiga adalah warga (citizen).

3. VERIFIKASI
Esensi jurnalisme adalah melakaukan verifikasi.
Esensi dari jurnalisme adalah disiplin dalam melakukan verifikasi. (Bill Kovach).

Tak setiap wartawan tahu standar minimal verifikasi. Padahal hal itu menentukan objektifitas.
Pada abad 19 dalam dunia jurnalistik tak mengenal konsep ojektivitas. Wartawan sering memakai apa yang disebut realisme.

Lippmann menekankan jurnalisme tak cukup hanya dilaporkan oleh saksi mata yang tak terlatih. Niat baik dan usaha jujur tidaklah cukup. Solusinya menurut Lipmann, wartawan harus menguasai semangat ilmu pengetahuan. “There is but one kind of unity posssible in a world as diverse as ours. It is unity of method, rather than aim; the unity of disciplined experiment. (ada satu hal yang bs disatukan dalam kehidupan yang berbeda-beda ini. hal itu adalah keseragaman dalam mengembangkan metode).

Metode jurnalisme bisa bisa objektif. Namun Objektivitas bukanlah tujuan. Objektivitas adalah disiplin dalam melakukan verifikasi.

Obyektifitas bukan didefinisikan dengan berimbang (balance) , fairnes dan akurat. Itu adalah metode. Bukan tujuan. Keseimbangan bisa dianggap distorsi bila dianggap tujuan. Kebenaran bisa kabur di tengah liputan yang berimbang.

Kovach dan Rosenstiel menawarkan lima konsep dalam verifikasi:
1. Jangan menambah atau mengarang apapun.
2. Jangan menipu atau menyesatkan pembaca, pemirsa, dan pendengar.
3. Bersikaplah setransparan dan sejujur mungkin tentang metode dan motivasi anda dalam melakukan reportase.
4. Bersandarlah terutama pada reportase anda sendiri.
5. Bersikaplah rendah hati. (p.22-23).

Kovach dan Rosenstiel lebih jauh menawarkan metode kongkrit dalam melakukan verifikasi.
1. Sunting secara skeptis. Baris demi baris, kalimat demi kalimat, banyak pertanyaan dan gugatan.
2. Periksa akurasi.
– apakah lead berita sudah didukung dengan data-data penunjang yang cukup.
– apakah sudah ada orang yang men-cek no telp, alamat, website, dll
– apakah materi pendukung sudah lengkap.
– apakah semua pihak sudah diungkapkan dan apakah semua pihak sudah diberik hal bicara.
– apakah laporan ini berpihak atau membuat penghakiman halus thd salah satu pihak.
– apakah ada yang kurang.
– apakah semua kutipan akurat, ada sumbernya, apakah kutipan mencerminkan pendapat yang bersangkutan.
3. Jangan bersasumsi. jangan percaya pada sumber begitu saja. Wartawan harus mendekat pada sumber primer sedekat mungkin. Lingkaran plg luar: data sekunder, kliping dll. Lingkaran lebih dalam: dokumen pengadilan, laporan polisi, laporan keuangan,dll. Lingkaran terdalam: saksi mata.
4. Cek fakta ala Tom French colored pencil. Memakai pensil warna utk mengecek fakta, baris per baris. Kalimat per kalimat.

4. INDEPENDENSI
Wartawan boleh mengemukakan pendapat dalam kolom opini bukan dalam berita.
Prinsipnya wartawan haarus independen terhadap orang yang mereka liput. Semangat dan pikiran untuk bersikap independen ini lebih penting daripada netralitas. (p.25).

Latar belakang etnik, agama, ideologi, atau kelas, ini seyogyanya dijadikan bahan informasi liputan. Tapi bukan dijadikan alasan untuk mendikte wartawan.
Ruang redaksi yang multikultural bakal menciptakan lingkuangan yg lebih bermutu secara intelektual ketimbang yang seragam.

5. MEMANTAU KEKUASAAN DAN MENYAMBUNG LIDAH YANG TERTINDAS
Memantau kekuasaan dilakukan dalam kerangka ikut menegakkan demokrasi.
Salah satu cara pemantauan adalah dengan cara investigative reporting. Yaitu jenis reportase dimana si wartawan berhasil menunjukkan siapa yg salah, yg melakukan pelanggaran hukum, yang seharusnya jd terdakwa, dalam satu kejahatan publik yang sebelumnya dirahasiakan.
Salah satu syarat investigasi adalah pikiran yang terbuka.

6. JURNALISME SEBAGAI FORUM PUBLIK.
Manusia punya rasa ingin tahu yang alamiah. Orang bereaksi atas laoran-laporan dengan mengeluarkan banyak komentar. pada gilirannya komentar ini didengar oleh oleh para politisi dan birokrat yang menjalankan roda pemerintahan. Dengan demikian fungsi jurnalisme sebgai forum publik sangatlah penting.

Ngomong itu murah. Talk is cheap. Yang mahal adalah membangun struktur reportase. (krn butuh sdm, data, fasilitas, modal dll).

7. JURNALISME HRS MEMIKAT DAN RELEVAN
Orang suka berita yang menghibur dan berita yg relevan. Utk itu jurnalisme perlu disajikan secara narrative namun bukan fiksi. Narrative report atau jurnalisme kesusastraan.

8. PROPORSIONAL DAN KOMPREHENSIF
surat kabar sensasional diibaratkan seorang yang ingin menarik perhatian pembaca dengan pergi ke tempat umum lalu melepas pakaian dan telanjang. Orang pasti suka melihatnya. Pertanyaanya bagaimana orang telanjang itu menjaga kesetiaan pemirsa.

Ini berbeda dengan pemain gitar yg datang ke taman. Seiring peningkatan kualitas permainan gitarnya makin hari makain banyak orang datang mendengarkannya. Ini adalah contoh surat kabar yang proporsional.

9. ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL
Tiap wartawan harus mendengarkan hati nuraninya sendiri. Setiap individu reporter harus menetapkan kode etiknya sendiri, standarnya sendiri, dan berdasarkan model itu ia membangun kariernya.
Jurnalisme yang paling baik seringkali muncul ketika ia menentang manajemenya. (Bob woodward, the washington post.)

Dirangkum dari buku: Agama Saya adalah Jurnalisme. Karangan Andreas Harsono. Penerbit Kanisius Yogyakarta. 2010.

4 Empat Teori Jurnalistik

Filosofi pers atau jurnalistik modern pertama kali ditulis dalam buku berjudul “Four Theories of The Press” karangan Sibert, Peterson, dan Schramm pada tahun 1956 dan diterbitkan oleh Universitas Illinois.

Filosofi pers tsb masih berkembang dengan munculnya teori “tanggung jawab sosial dalam komunikasi massa” yang ditulis dalam buku berjudul “Responsibility in Mass Communiacation” karangan Rivers, Schramm, dan Christian pada tahun 1980.

Bila semua dirangkum, akan didapatkan teori pers spt di bawah ini:
1. Authoritarian Theory
2. Libertarian Theory
3. Social Responsibility Theory
4. Soviet Communist Theory

Selain 4 teori jurnalistik yang telah umum di atas ada dua lagi teori tambahan. Teori tsb dikemukakan oleh Denis McQuail dalam tulisannya “Uncertainty about Audience and Organization of Mass Communications”. Teori tersebut ialah:

5. Teori Pers Pembangunan.

6. Teori Pers Partisipan Demokratik.

Di bawah ini akan dibahas teori di atas satu per satu.

1. AUTHORITARIAN Theory

Berpijak pada falsafah: membela kekuasaan absolut. Kebenaran dipercayakan hanya pada segelintir orang bijaksana yang mampu memimpin.Posisi negara jauh lebih tinggi dibanding individu.

2. LIBERTARIAN Theory.

Berpijak pada falsafah: manusia adalah mahluk rasional yang bisa membedakan baik dan buruk. Pers adalah alat, mitra untuk mencari kebenaran bukan sebagai alat pemerintah (negara). Sebaliknya dalam teori ini pers didorong untuk mengawasi pemerintah.

Berpijak atas teori ini pula lahir istilah pers sebagai pilar ke empat dalam negara demokrasi, yaitu setelah kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Sering dikenal dengan istilah “the fourth estate”.

Dasar pemikiran teori ini:

  • Dalam mencari kebenaran semua gagasan harus memiliki kesempatan yang sama untuk dikembangkan. Sehingga yang benar akan bertahan yang salah akan lenyap.
  • self righting process (proses menemukan sendiri kebenaran) gagasan John Milton.
  • free market ideas (kebebasan menjual gagasan).

3. SOCIAL RESPONSIBILITY Theory (Teori Pers Bertanggung Jawab Sosial).

Teori ini adalah turunan dari dua teori di atas. Teori ini bertujuan untuk mengatasi kontradiksi antara kebebasan media dan tanggung jawab sosialnya. Hal ini diformulasikan pada th 1949 dalam laoran “Commission on The Freedom of The Press” yang diketuai oleh Robert Hutchins.

Komisi ini kemudian mengajukan 5 syarat untuk dipenuhi pers yang bertanggungjawab.

  1. Media harus menyajikan berita yang dapat dipercaya, lengkap, cerdas, dan akurat. Media tidak boleh berbohong, harus memisahkan antara fakta dan opini. Lebih dari itu media harus melaporkan kebenaran.
  2. Media harus jadi forum pertukaran komentar dan kritik.
  3. Media harus memproyeksikan gambaran yang benar-benar mewakili kelompok konstituen masyarakat.
  4. Media harus menyajikan tujuan dan nilai mayarakat. Media adalah instrumen pendidikan. Media memikul tanggung jawab untuk menjelaskan cita-cita yang diperjuangkan masyarakat.
  5. Media harus menyediakan akses penuh terhadap informasi yang tersembunyi. Media harus mendistribusikan informasi secara luas.

.Amerika mulai meninggalkan teori pers libertarian dan beralih pada teori pers bertanggungjawab pada tahun 1956. Itulah kebebsan pers yang dikendaki masyarakat Amerika. Menurut Siebert Pers AS harus menjalankan 6 fungsi pokok:

  1. Melayani fungsi politik dengan menyediakan informasi ttg masalah publik pada masyarakat.
  2. Memberikan informasi pada publik.
  3. Melindungi hak individu dengan bertindak sebgai watchdog thd pemerintah.
  4. Melayani sistem ekonomi dengan mempertemukan penjual dan pembeli melalui iklan.
  5. Memberikan hiburan yang baik.
  6. Memelihara otonomi di bidang finansial agar tak terjadi ketergantungan pada kepentingan dan pengaruh tertentu. Ketergantungan media pada sponsor mengakibatkan tak independen.

Pers berdasar tanggung jawab sosial tidak saja menjamin keterwakilan mayoritas rakyat, tetapi juga memberikan jaminan atas hak golongan minoritas dan golongan oposisi. Teori pers bentanggung jawab banyak digunakan di negara yang menganut sistem ketetatanegaraan demokrasi. Di negara dimana rakyatnya mencapai tingkat kecerdasan tinggi sehingga suara mereka dapat mempengaruhi pejabat yang melayani mereka.

4. SOVIET COMMUNISM theory

Teori ini tumbuh dua tahun pasca revolusi Oktober 1917 di Russia dan berakar pada teori pers otoriatarian. Sistem pers ini memelihara pengawasan yang dilakukan pemerintah. Karena itu di negara ini yang ada adalah pers pemerintah. Saat ini yang mengacu teori pers ini adalah RRC setelah Soviet bubar. Perbedaan khusus antara teori ini dengan teori lainnya diantaranya:

  1. Dihilangkannya motif profit.
  2. Menomorduakan topikalitas. (artinya menomorduakan topik yang sedang ramai dibicarakan).
  3. Orientasinya pada perubahan masyarakat menuju masyakarat komunis. Sementara orientasi pers otoritarian ialah untuk mempertahankan status quo.

5. TEORI PERS PEMBANGUNAN

Teori ini umumnya terkait dengan teori pers dunia III yang umunya belum memiliki ciri-ciri sistem komunikasi yang telah maju. Inti teori ini adalah pers harus digunakan secara positif dalam pembangunan nasional. Preferensi diberikan pada teori yang menekankan keterlibatan akar rumput. Teori pers ini dijabarkan ke dalam beberapa prinsip di bawah:

  1. Pers harus membantu pelaksanaan pembangunan sesuai kebijakan yang ditetapkan nasional.
  2. Kebebasan pers harus terbuka bagi pembatasan sesuai dengan: 1) prioritas eonomi, 2) kebutuhan pembangunan masyarakat.
  3. Pers harus memprioritaskan isinya pada budaya dan bahasa nasional.
  4. Pers harus memprioritaskan berita dan informasi yang menghubungkan sesama negara berkembang yang berdekatan secara geografis, budaya, dan politis.
  5. Pekerja pers punya kebebasan dalam menghimpun dan menyebarkan infromasi.
  6. Negara punya hak campur tangan dalam hal membatasi, operasi media pers, sensor, pemberian subsidi dan kontrol.

6. TEORI PERS PARTISIPAN DEMOKRATIK

Teori ini lahir dalam masyarakat libaral yang sudah maju. Teori ini lahir sebagai reaksi atas komersialisasi dan monopoli media oleh swasta.Kedua, sebagai reaksi atas sentralisme dan birokratisasi siaran publik. Teori ini juga mencerminkan kekecewaan terhadap partai politik yang mapan dan sistem perwakilan yang tak mengakar rumput lagi. Teori ini menyukai keserbaragaman, skala kecil, lokalitas, de-institusionalisasi, kesetaraan dalam masyarakat, dan interaksi.

Konsep pers partisipan demokratik hampir sama dengan konsep “jurnalisme publik” yang saat ini sedang mengemuka.

Dirangkum dari buku berjudul: “Jurnalistik, Teori dan Praktek” karangan Hikmat Kusumaningrat. Terbitan PT. Remaja Rosdakarnya Bandung tahun 2006.www.rosda.co.id., email: rosda@indosat.net.id